Surah Taubah Tanpa Bismillah

BAGIKAN:

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Share on telegram

PERTANYAAN:
Assalamu’alaikum, Wr. Wb.

Semoga Pak Kiai dan keluarga senantiasa diberi keberkahan oleh Allah SWT. Amin!

Pak Kiai, biasanya kan setiap surah al-Qur’an diawali dengan bismillah.  Tapi khusus Qs. al-Taubah, bismillahnya tidak ada dan kita dianjurkan tidak membaca bismillah jika ingin membacanya. Saya mohon penjelasan dari Pak Kiai tentang hal ini, supaya saya mendapat pencerahan.

Demikian pertanyaan saya Pak Kiai. Terima kasih banyak atas jawabannya.

Wassalamu’alaikum, Wr. Wb.


PENANYA

Dadang
Depok, Jawa Barat


JAWABAN
Wassalamu’alaikum, Wr. Wb.

al-Hamdulillah, saya dan keluarga tetap diberkahi-Nya, sehingga bisa terus berktivitas. Semoga Sdr Dadang di Depok Jawa Barat dan keluarga juga senantiasa mendapat keberkahan dari-Nya. Amin!

Terima kasih atas pertanyaan yang disampaikan. Benar Kang Dadang, dari sejumlah 114 surah al-Qur’an, hanya Qs. al-Taubah yang tidak menggunakan bismillah. Karenanya, bismillah yang biasanya tertulis di setiap awal surah, khusus pada Qs. al-Taubah tidak dituliskan. Ini yang kita lihat di dalam Mushaf Usmani. Tentu saja, hal ini ada alasannya. Tidak mungkin jika tanpa alasan, sementara pada surah-surah yang lain bismillah senantiasa dicantumkan.

Kang Dadang di Depok yang dirahmati Allah SWT. Para ulama sepakat, bismillah yang harus dibaca itu yang terdapat dalam Qs. al-Naml ayat 30, karena ia merupakan bagian tak terpisahkan dari ayat-ayat al-Qur’an. Adapaun bismillah di awal surah, itu hanyalah bismillah yang difungsikan sebagai pembatas atau pembeda antara surah yang satu dengan surah yang lainnya dan itu bukan bagian dari ayat-ayat al-Qur’an. Artinya, ia bisa ada dan bisa tidak ada. Bisa dituliskan dan bisa saja tidak dituliskan. Termasuk diantaranya yang tidak dituliskan adalah bismillah di Qs. al-Taubah.

Khusus bismillah dalam Qs. al-Fatihah, ada perbedaan pandangan para ulama. Apakah bismillah di sana bagian dari ayat al-Fatihah atau bukan? Pada prinsipnya, para ulama sepakat bahwa jumlah ayat Qs. al-Fatihah ada tujuh, seperti diinformasikan Rasulullah SAW dalam beberapa Hadisnya. Makanya ia disebut al-sab’u al-matsani (tujuh ayat yang ditilawahkan berulang-ulang). Bedanya, sebagian memasukkan bismillah sebagai ayat pertama al-Fatihah, seperti ulama Syafiiyah, dan sebagian lagi tidak memasukkannya sebagai ayat al-Fatihah seperti ulama Malikiyah. Kalau bismillah tidak dimasukkan sebagai ayat pertama, sebagaimana bismillah pada awal surah yang lain dalam al-Qur’an, maka ayat ke 7 dipecah menjadi dua. Separuh jadi ayat keenam dan separuh lagi jadi ayat ke-7.

Khusus untuk Qs. al-Taubah, kenapa ulama tidak mencantumkannya sebagai awal surah? Ini pertanyaan yang Kang Dadang sampaikan. Isi Qs. al-Taubah ini berbeda dengan surah-surah lainnya dalam al-Qur’an. Kalau kita baca, kita akan tahu bahwa surah ini berisi tentang peperangan atau berisi ayat-ayat perang. Karena itu, para ulama menyatakan, untuk membacanya, kita tidak perlu memulainya dengan bismillah. Atas alasan ini, lafal bismillah tidak dicantumkan di awal Qs. al-Taubah.

Ada juga alasan lain. Misalnya, Abu al-Fida’ Ibn Katsir dalam Tafsir al-Qur’an al-‘Adhim (jilid 2, hal. 334), ketika menjelaskan Qs. Surah al-Taubah menyatakan, para shahabat juga tidak menuliskan bismillah pada awal Qs. al-Taubah (disebut juga Qs. Bara’ah). Yang demikian ini, karena mereka mengikuti penulisan al-Qur’an yang telah dicanangkan oleh Amirul Mukminin ke-3 Usman bin ‘Affan, yang disebut sebagai Mushaf al-Imam atau Mushaf Induk.

Dalam karyanya ini, Ibn Katsir juga menukil riwayat Imam al-Tirmidzi, Imam Abu Dawud, Imam al-Nasa’i, Imam Ibn Hibban, Imam al-Hakim dan Ahmad bin Hanbal, yang menceritakan dialog antara Abdullah bin Abbas dan Usman bin Affan tentang tidak dicantumkannya bismillah. Suatu ketika, Abdullah bin Abbas bertanya: “Apa alasanmu menempatkan Qs. al-Anfal sebagai al-matsani dan Qs. al-Baraah sebagai al-mi’un, sementara keduanya ditulis secara berdampingan, namun tidak dipisah oleh bismillah?”

Atas pertanyaan ini, Usman lantas menjawab: “Rasulullah SAW, kalau ada ayat yang diturunkan, biasanya lantas meminta sahabatnya untuk meletakkannya di surah tertentu. Qs. al-Anfal itu yang pertama diturunkan di Madinah. Sedangkan Qs. Baraah atau Taubah itu yang terakhir diturunkan dari al-Qur’an. Kedua kisah di dalamnya serupa (syabihah), sehingga aku menyangka, Qs. al-Taubah itu bagian dari Qs. al-Anfal. Ketika Rasulullah SAW wafat, beliau tidak menjelaskan apakah Qs. al-Taubah ini bagian dari Qs. al-Anfal. Atas dasar ini, aku meletakkan keduanya secara berdampingan dan aku tidak menuliskan bismillah sebagai pemisah diantaranya.”

Dengan demikian, ada beberapa alasan yang menjadi dasar tidak dituliskannya bismillah sebagai awal Qs. al-Taubah, baik karena faktor isinya, maupun karena Rasulullah SAW sendiri tidak menjelaskan apakah Qs. al-Taubah itu bagian dari Qs. al-Anfal atau tidak, sehingga Usman berijtihad seperti di atas. Pertanyaan Ibn Abbas bukan bermakna penolakan, melainkan hanya bermaksud meminta penjelasan. Insya Allah kedua alasan ini sama-sama baik, apalagi ini telah diterima oleh kaum muslim sepanjang zaman.

Inilah jawaban yang bisa saya sampaikan. Semoga bisa dimengerti dan ada manfaatnya. Amin! Wa Allah a’lam.[]

Cikulur, 29 November 2011

Pondok Pesantren Qothrotul Falah

Alamat:
Jl. Sampay-Cileles Km. 5
Ds. Sumurbandung Kec. Cikulur Kab. Lebak
Provinsi Banten (43256)

Developed by