PERTANYAAN
Assalamu’alaikum, Wr. Wb.
Semoga Pak Kiai dan keluarga senantiasa diberi keberkahan oleh Allah SWT. Amin!
Pak Kiai, ada kejadian yang menggelitik saya, menyangkut pernikahan teman saya di Batam. Teman saya seorang muslim, suatu saat hendak menikahi pasangannya, seorang wanita muallaf yang keluarganya masih berstatus non-muslim. Ketika akad nikah hendak diselenggarakan di sebuah masjid, orang tua wanita itu datang untuk melihat proses pernikahan puterinya. Hanya saja, terjadi sedikit insiden, karena tokoh muslim di sana tidak memperkenankannya masuk masjid dengan alasan dia bukan muslim. Jadwal pernikahan pun sempat tertunda, karena terjadi perselisihan itu.
Pertanyaan saya, bagaimana hukun non-muslim masuk masjid, dalam hal ini untuk menghadiri pernikahan anaknya, bukan untuk menjadi walinya?
Demikian pertanyaan saya Pak Kiai. Terima kasih banyak atas jawabannya.
Wassalamu’alaikum, Wr. Wb.
PENANYA
Moh. Najmi AF
Ciganjur Jakarta
JAWABAN
Wassalamu’alaikum, Wr. Wb.
al-Hamdulillah, saya dan keluarga tetap diberkahi-Nya, sehingga bisa terus berktivitas. Semoga Sdr Najmi dan keluarga juga senantiasa mendapat keberkahan dari-Nya. Amin!
Terima kasih atas pertanyaan yang disampaikan. Hal seperti ini memang sering terjadi di tengah masyarakat kita dan tak jarang membuat kebingungan. Bahkan dalam cerita Sdr Najmi itu, pernikahan teman Anda sampai tertunda, karena terjadi perselihan soal boleh tidaknya non-muslim masuk masjid. Kejadian seperti ini tentu saja bisa mengurangi kekhidmatan prosesi akad nikah itu. Insya Allah, di bawah ini saya akan memberikan jawaban sesuai pengetahuan saya.
Sdr Najmi yang baik. Dari pertanyaan Anda, menurut hemat saya ada dua hal penting yang patut dicermati. Pertama, hukum non-muslim masuk masjid. Kedua, hukum non-muslim menjadi wali pernikahan anaknya yang muslim. Dua hal ini penting diberikan penjelasan, karena menyangkut ajaran Islam dalam memperlakukan orang yang berbeda agama.
Tentang non-muslim masuk masjid, insya Allah hukumnya boleh-boleh saja. Keterangan ini, misalnya, ada dalam Kitab Ihya ‘Ulum al-Din karya Hujjatul Islam Imam al-Ghazali. Selain itu, Presiden Amerika Serikat, Barack Obama dan istrinya Michelle Obama, keduanya beragama Nashrani, juga pernah masuk Masjid Istiqlal Jakarta dan disiarkan oleh berbagai media televisi di dunia. Bahkan keduanya ditemani berkeliling masjid oleh Imam Besar Masjid Istiqlal, Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub, M.A. Andaikan non-muslim tidak diperkenankan masuk masjid, tentunya Obama dan isterinya tidak bisa masuk ke sana karena Imam Besar tidak akan mengizinkannya. Tidak hanya Obama, banyak juga tamu non-muslim lainnya yang berkunjung ke Masjid Istiqlal dan disambut hangat oleh para pengurusnya. Ini menunjukkan, tidak ada masalah non-muslim masuk masjid. Ini justeru bisa menjadi syiar Islam kepada mereka.
Terkait persoalan yang kedua, nonmuslim menjadi wali atau saksi pernikahan bagi anaknya yang muslim, maka menurut Islam hal ini tidak boleh. Perwalian atau persaksian hanya boleh dilakukan oleh orang yang seagama. Kalau hanya menyaksikan atau melihat saja, maka ini tidak apa-apa. Itu merupakan bentuk perhatian orang tua pada anaknya. Dan itu bagus-bagus saja. Tapi menyangkut perwalian nikah anaknya, karena ini terkait agama dan sah-tidaknya nikah, maka hal ini terlarang. Pertanyaannya, siapa yang harus menjadi walinya? Dalam hal ini, maka walinya adalah hakim, bukan ayah atau kakak lelakinya yang berstatus non-muslim.
Jika menelaah cerita Sdr Najmi di atas, maka ayah mempelai wanita itu seharusnya diperkanankan masuk masjid. Tidak usah dihalang-halangi, sehingga tidak terjadi penundaan proses pelaksanaan akad nikah itu. Sebab, dia hadir hanya untuk menyaksikan atau melihat prosesi akad nikah anak yang disayanginya, bukan untuk menjadi walinya. Bahkan kalau dihalang-halangi, ini bisa membuat citra Islam tidak bagus di mata nonmuslim.
Demikian jawaban singkat saya. Semoga bisa bermanfaat bagi kawan Sdr Najmi, maupun bagi saudara-saudara kita yang mengalami hal yang sama. Wa Allah a’lam.[]
Cikulur, 26 Oktober 2011