PERTANYAAN
Assalamu’alaikum, Wr. Wb.
Semoga Pak Kiai dan keluarga senantiasa diberi-Nya kesehatan dan keberkahan dalam hidup ini. Amin!
Pak Kiai, saya ingin menanyakan soal hubungan suami istri. Yang saya tahu, jika seorang istri menolak kemauan suami untuk melakukan hubungan suami istri, maka istri itu dilaknat Allah SWT. Bagaimana jika istri menolak karena ada alasannya? Misalnya untuk menjaga kesehatan istri, karena ia baru saja melakukan operasi kelahiran. Kata dokter, minimal selama setahun tidak boleh melakukan hubungan suami istri, agar luka yang di dalam cepat sembuh. Yang saya tanyakan, bagaimana hukumnya istri yang menolak ajakan suami menurut Islam?
Demikian pertanyaan saya Pak Kiai. Semoga Pak Kiai berkenan menjawabnya. Terima kasih banyak.
Wassalamu’alaikum, Wr. Wb.
PENANYA
Sumarni,
Mahasiswi, Lebak Banten
JAWABAN
Wa’alaikumussalam Wr. Wb.
al-Hamdulillah, saya dan keluarga sehat-sehat saja. Semoga Teh Sumarni juga demikian adanya. Amin!
Islam menyuruh suami isteri bergaul dengan baik atau mu’asyarah bi al-ma’ruf. Tidak boleh yang satu menyakiti yang lain. Suami juga harus melindungi istrinya dan istri wajib berbakti pada suaminya, selama suami tidak memerintahkan melakukan hal-hal yang dilarang agama. Pergaulan seperti inilah yang diteladankan Rasulullah SAW dengan istri-istrinya, sehingga tercipta keluarga yang sakinah mawaddah dan rahmah.
Dalam kenyataannya, tidak semua keluarga bisa menjalin hubungan dengan pasangannya secara baik. Selalu saja ada riak-riak, baik yang kecil maupun yang besar. Kadang-kadang efeknya panjang. Sampai-sampai, misalnya, istri menolak diajak berhubungan oleh suaminya. Atau suaminya suka melakukan KDRT (kekerasan dalam rumah tangga). Tentu ini tidak diinginkan oleh kita semua.
Soal penolakan istri pada suaminya untuk berhubungan suami istri, maka kita perlu melihat akar persoalannya secara jernih. Memang ada keterangan, jika istri menolak ajakan suami, maka dia dilaknat. Sebab, menurut Islam, suami itu harus dihormati. Bahkan andaikan boleh manusia sujud pada manusia, maka suamilah yang paling pantas disujudi istrinya. Karenanya, Teh Sumarni, menurut hemat saya, penolakan istri pada ajakan suaminya itu bisa dilihat dari dua sisi.
Pertama, penolakan tanpa udzur syar’i (alasan agama). Misalnya, istri menolak ajakan suami karena malas saja atau sedang asyik menonton sinetron televisi. Penolakan seperti ini tidak tidak bisa dimaklumi dan bisa mendapat laknat, karena akan menyakiti suami dan hubungan rumah tangga bisa terganggu. Menolak dengan alasan seperti ini yang disebut nusyuz (durhaka) pada suami. Bahkan ada keterangan, jika suami mengajak isterinya yang sedang memasak sekalipun, maka istri harus menurutinya.
Kedua, penolakan karena udzur syar’i. Dalam hal ini, istri tidak disebut nusyuz dan ini boleh saja. Istri betul-betul sakit misalnya, baik dibuktikan oleh surat dokter maupun tidak, maka tidak apa-apa ia menolak ajakan suami. Ini kan untuk kesehatan. Lebih-lebih seperti yang diceritakan Teh Sumarni, si istri menolak karena baru menjalani operasi dan selama setahun tidak boleh melakukan hubugan suami istri sesuai petunjuk dokter. Maka, ini tidak apa-apa. Islam menjelaskan, al-dhararu yuzalu (hal-hal yang membahayakan harus dihindari). Kalau dipaksakan, ini akan berdampak fatal bagi kesehatan istri dan bahkan mengancam nyawanya. Menjaga jiwa (hifdh al-nafs) itu kewajiban agama. Sebaliknya pula, suami yang bijaksana tidak akan memaksa istrinya yang sedang udzur dan akan bersabar menunggu hingga ia benar-benar sehat dan siap.
Demikian jawaban saya. Semoga ada manfaatnya. Wa Allah a’lam.[]
Cikulur, 19 Agustus 2011