Pengasuh Pondok Pesantren Qothrotul Falah Lebak Banten, KH. Ahmad Syatibi Hambali, menyampaikan kultum atau tausiah singkat di malam pertama Ramadhan 1446 H.
Usai melaksanakan shalat tarawih berjamaah di Masjid Putera, beliau menyampaikan harapannya kepada seluruh santri untuk memanfaatkan momen bulan Ramadhan dengan menjalankan ibadah sebaik-baiknya, baik ibadah puasa, tarawih maupun yang lainnya.
“Jangan lupa juga ngaji al-Quran ya. Manfaatkan momen Ramadhan dengan sebaik-baiknya ya!” ujar Rais Syuriah PWNU Propinsi Banten ini.
Beliau lalu menjelaskan bahwa ketetapan puasa itu biasanya menggunakan dua pendekatan: hisab dan ru’yah. Hisab biasanya dipakai Muhammadiyah dan ru’yah dipakai Nahdhatul Ulama (NU).
“Kita sebaiknya mengikuti keputusan pemerintah saja, karena keputusan pemerintah itu sifatnya ilzam atau mengikat,” kata Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kab. Lebak dua periode ini.
Beliau juga bersyukur, pemerintah Indonesia yang berasaskan Pancasila, tetap mendukung program-program keagaman dan tidak menghalang-halanginya.
“Ada Kementerian Agama yang ngurusin penetapan Ramadhan dan Syawal, ada Badan Urusan Haji dan Umroh, ada Baznas, dan lain sebagainya. Pemerintah kita ini peduli dengan urusan agama,” ujarnya.
Di akhir tausiah, beliau menjelaskan konsepsi niat dalam puasa Ramadhan.
“Niat itu di hati. Sedangkan melafalkannya hukumnya sunnah,” ujarnya.
Bahkan beliau juga mengupas sisi Nahwu pelafalan kata Ramadhan dalam niat puasa.
“Ramadhan itu dibaca kasrah karena diidhofahkan pada kata setelahnya. Dibaca RamadhaNI, bukan RamadhaNA,” jelasnya.
Pada kesempatan tausiah itu, ada beberapa kitab kuning yang dirujuk oleh beliau untuk menjelaskan materi tausiahnya, yaitu Fath al Wahhab, Nihayah al Zain, al Taqrib juga Fathul Muin. []