Diantara penyakit hati yang mengerikan dan karenanya patut diwaspadai adalah hasad atau dengki. Menurut Ibn Taimiyah, hasad adalah benci dan tidak suka terhadap kebaikan yang ada pada orang lain. Sedang Imam al-Ghazali menyatakan, hasad ialah membenci nikmat Allah SWT yang ada pada diri orang lain, serta menyukai hilangnya nikmat tersebut. Ini adalah karakter atau sifat yang sangat buruk, karena tidak senang dengan kebahagiaan orang lain. Ia lebih senang melihat saudaranya sengsara dan hina-dina.
Hasad itu sendiri sejatinya karakter buruk manusia yang menyejarah, karena telah merusak kebersihan jiwa umat-umat terdahulu. Dalam riwayat Imam al-Tirmidzi (Sunan al-Tirmidzi: IV/245), bersumber dari Zubair bin al-Awwam, Rasulullah Saw bersabda:
دَبَّ إِلَيْكُمْ دَاءُ الأُمَمِ قَبْلَكُمْ: الحَسَدُ وَالبَغْضَاءُ، هِيَ الحَالِقَةُ، لاَ أَقُولُ تَحْلِقُ الشَّعَرَ وَلَكِنْ تَحْلِقُ الدِّينَ، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لاَ تَدْخُلُوا الجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا، وَلاَ تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا، أَفَلاَ أُنَبِّئُكُمْ بِمَا يُثَبِّتُ ذَلِكَ لَكُمْ؟ أَفْشُوا السَّلاَمَ بَيْنَكُمْ.
Artinya: “Penyakit umat-umat sebelum kalian telah menyerang kalian, yaitu dengki dan benci. Benci adalah pemangkas; bukan pemangkas rambut melainkan pemangkas agama. Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, kalian tidak masuk surga hingga kalian beriman dan kalian tiak beriman hingga kalian saling mencintai. Maukah kalian aku tunjukkan perilaku yang jika kalian kerjakan, maka kalian saling mencintai? Sebarkanlah salam diantara kalian.” (HR. al-Tirmidzi).
Hadis ini menggambarkan bahwa penyakit iri-dengki sudah merusak kebersihan diri umat masa lalu, yang menyebabkan mereka saling memusuhi satu sama lain. Pertengkaran atau pertikaian pun terjadi di antara mereka, karena tidak adanya rasa saling menyintai. Untuk itu, Rasulullah Saw mengingatkan supaya umatnya saling menyintai dan tidak saling iri-dengki, dengan cara saling menebarkan salam/perdamaian.
Diantara ahli kitab (umat Yahudi dan Nashrani), sebagaimana diceritakan al-Quran, juga memiliki sifat iri-dengki pada kaum muslim. Allah Swt berfirman:
وَدَّ كَثِيرٌ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَوْ يَرُدُّونَكُمْ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِكُمْ كُفَّارًا حَسَدًا مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِهِمْ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْحَقُّ فَاعْفُوا وَاصْفَحُوا حَتَّىٰ يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ إِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Artinya: “Sebagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka maafkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Qs. al-Baqarah: 109).
Imam al-Mawardi (al-Nukat wa al-‘Uyun: I/172-173) menuliskan bahwa ayat ini turun terkait beberapa orang Yahudi, diantaranya Finhash dan Zaid bin Qais, yang mengajak Hudzaifah dan Ammar untuk kembali pada agama keduanya. “Ajaran kami lebih benar dari ajaran kalian,” ujar keduanya.
“Bagaimana (sanksi) pelanggaran janji (yang diterapkan) diantara kalian?” timpak Ammar.
“Berat” jawab keduanya.
“Aku telah berjanji pada Tuhanku untuk tidak mengingkari Muhammad selamanya dan tidak mengikuti agama selain agamanya,” terang Ammar.
“Ammar telah keluar dari agama kita dan sesat dari jalan yang lurus. Bagaimana denganmu wahai Hudzaifah?” tanya keduanya.
“Allah Tuhanku, Muhammad Nabiku dan al-Quran imamku. Aku menaati Tuhanku, mengikuti Rasulku, dan menjalankan ajaran kitab Tuhanku,” jawab Hudzaifah.
Mendengar respon Hudzaifah ini, keduanya berkata: “Demi Tuhan Musa, sesungguhnya hati kalian berdua telah diresapi oleh cinta pada Muhammad.”
Melihat keteguhan dan ketetapan hati Ammar dan Hudzaifah untuk memeluk ajaran Muhammad Saw, sesungguhnya ada keiridengkian dalam diri Finhash dan Zaid bin Qais, sehingga keduanya berharap keteguhan dan ketetapan hati mereka runtuh hingga mau kembali pada agama Yahudi. Namun hal itu tidak pernah terjadi karena hidayah Allah Swt dan kecintaan yang mendalam pada Muhammad telah benar-benar meresapi hati mereka.
Perasaan tidak senang bila orang lain melampauinya dalam harta, jabatan, kesuksesan, dan ketenaran, sebetulnya “manusiawi.” Namun inilah hasad, yang diharamkan agama dan cermin sifat tercela, karena akan menimpulkan dampak yang buruk secara sosial: suu’dhan, permusuhan, tidak menerima ketentuan Allah SWT, perpecahan dan sebagainya. Itu sebabnya, jika penyakit ini dibiarkan tumbuh subur di hati, maka ia akan memadamkan cahaya hati dan menjauhkan dari-Nya. Dalam riwayat Imam Abi Dawud (Sunan Abi Dawud: IV/276), bersumber dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda:
إِيَّاكُمْ وَالْحَسَدَ، فَإِنَّ الْحَسَدَ يَأْكُلُ الْحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ النَّارُ الْحَطَبَ
Artinya: “Takutlah kalian pada sifat dengki, karena sesungguhnya dengki akan memberangus kebajikan sebagaimana api membakar kayu bakar.” (HR Abu Dawud).
Dengki ibarat api, yang bisa menghanguskan seluruh kebajikan manusia. Jika kebajikan telah hangus, maka hilanglah seluruh kebaikannya. Tapi ironisnya, inilah penyakit hati manusia dari zaman ke zaman yang tak pernah sirna. Malah terus menular dari satu hati ke hati lainnya. Inilah mekanisme yang dirancang Allah SWT untuk menyaring siapa yang saleh dan siapa yang tidak saleh. Namun demikian, ternyata tidak semua hasad (dengki) diharamkan agama. Ada hasad yang justru dianjurkan dan harus menjadi semangat hidup semua kaum muslim, untuk mengantarkannya kian dekat pada Allah SWT. Apa saja hasad itu? Dalam riwayat Imam al-Bukhari (Shahih al-Bukhari: IX/154), Rasulullah SAW bersabda;
لاَ حَسَدَ إِلَّا فِي اثْنَتَيْنِ: رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ القُرْآنَ فَهُوَ يَتْلُوهُ آنَاءَ اللَّيْلِ وَآنَاءَ النَّهَارِ، وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالًا فَهُوَ يُنْفِقُهُ آنَاءَ اللَّيْلِ وَآنَاءَ النَّهَارِ
Artinya: “Tidak ada dengki (hasad) kecuali pada dua hal; (hasad) terhadap orang yang dianugerahi al-Quran oleh Allah, lalu dia membacanya siang-malam dan (hasad) terhadap orang yang dianugerahi harta oleh Allah SWT, lalu dia menginfakkannya siang-malam.” (HR. al-Bukhari).
Inilah hasad yang dibenarkan, dan bahkan dianjurkan; hasad pada orang yang mencurahkan seluruh waktu dan hidupnya untuk membaca, memahami dan mengamalkan ajaran al-Qur’an (baik ajaran akidah, ibadah, akhlak, maupun muamalah) dan hasad pada orang yang gemar menginfakkan hartanya untuk kepentingan sosial. Ini pulalah cerminan orang saleh paripurna, yakni orang yang saleh secara individual sekaligus sosial.[]
Penulis adalah Guru Al-Quran Hadis MTs Qothrotul Falah Lebak Banten