Mengukuhkan Islam secara Damai

BAGIKAN:

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Share on telegram

Peresensi: M Ivan Aulia Rokhman*

NUSANTARANEWS.CO – Banyak yang belum memahami bagaimana interaksi sosial Nabi Muhammad SAW. Dengan kaum non muslim. Karena ketidakpahaman ini, mereka menafsirkan Rasulullah adalah sosok yang garang terhadap non-Muslim selalu diwarnai ketegangan dan saling curiga.
Benarkah demikian? Buku ini hendak menjelaskan fakta tentang sosok Islam yang damai, ramah serta pembawa rahmat bagi seluruh alam. Selain itu buku ini bermaksud memberikan pencerahan bagi pembaca bahwa Islam tidak pernah membolehkan tindakan kekerasan, apalagi menganjurkan. Justru sebaliknya, Islam selalu menuntut penganutnya untuk menebar perdamaian bagi segenap alam, termasuk kepada mereka yang berada keyakinan sekali pun.
Dalam perjalanan hijrahnya dari Mekah ke Madinah, Rasulullah mengajak Abullah bin Uraqit, pemuda paganisme, sebagai petunjuk jalan karena dia mengetahui rute yang cepat dan tepat. Perbedaan iman tak pernah menjadi alasan untuk Rasulullah menarik diri dari pergaulan. Beliau selalu bergaul baik dengan siapa pun anpa melihat keyakinannya. Karena sifat luhirnya ini, Rasulullah menjadi tempat bertanya bagi kaum Yahudi dan umat lainnya jika mereka menghadapi masalah. Jika terjadi perselisihan di antara mereka, Rasulullah selalu menjadi penengah yang adil dan mereka menerima keputusan Rasulullah dengan lapang dada.
Hubungan Rasulullah dengan umat non-Muslim sangat cair dan hangat. Tokoh-tokoh non-Muslim kerap bertamu ke rumah Rasulullah untuk melakukan dialog sehingga terbentuk ikatan sosial yang erat antarumat beragama. Dari dialog-dialog inilah muncul larangan memaki sesembahan agama lain bagi umat Islam yang diputuskan Rasulullah, sebagaimana dinyatakan dalam surat Al-An’am ayat 10. Keputusan ini dikeluarkan Rasulullah setelah tokoh-tokoh non-Muslim berdialog dengan beliau mengenai fenomena memaki atau menghina sesembahan tersebut.
Sensitifitas perbedaan agama dalam kehidupan Nabi tidak pernah ada. Sekian banyak tokoh non Muslim bertandang ke rumah Rasulullah untuk melakukan dialog sehingga menumbuhkan ikatan sosial yang kuat. Misalnya, larang mencela sesembahan agama lain diputuskan Rasulullah –sebagaimana termaktub dalam surat Al-An’am ayat `08 – setelah tokoh-tokoh non Muslim berdialog dengan Rasulullah tentang fenomena tersebut. Sejak itu umat Islam diharamkan mencerca sesembahan agama lain – apa pun alasannya karena itu sangat menyinggung perasaan dan rawan menyalakan permusuhan (hal 89). Rasulullah juga mempercayakan perjalanan hijrahnya yang sangat rahasia kepada Uraiqit, pemuda pagan karena dia profesional memilih rute jalan yang cepat dan tepat. Rasulullah juga melakukan dagang dengan orang Yahudi. Dalam interaksi sosial sehari-hari, Rasulullah tidak pernah membedakan antara muslim dengan nonmuslim.
Rasulullah bahkan membiarkan 60 orang Nasrani dari Najran ketika mereka melakukan kebaktian di Masjid Nabawi. Para sahabat ingin melarang, tapi Rasulullah meminta agar membiarkan mereka menyelesaikan ibadah. “Kerasulan dan kerahmatan Muhammad melarang untuk menghalang-halangi umat lain yang hendak menunaikan ibadahnya,” ujar Rasulullah (hal 64).
Lalu bagaimana dengan klaim bahwa Islam adalah sumber teroris? Sekali lagi inilah fenomena logika terbalik yang terjadi di kalangan masyarakat kita. Banyak orang memaknai secara dangkal ghiroh dan esensi perjuangan Islam, sehingga kerap terbawa pada jebakan nafsu yang justru melenceng dari ajaran Islam itu sendiri. mereka yang terlibat dalam aksi teror bisa dikatakan bukanlah orang Islam, namun orang yang picik memaknai Islam. Karena Islam tidak pernah membenarkan tindakan kekerasan atas nama apa pun.
Melalui buku ini, kita menemukan pencerahan tentang sosok dan wajah Islam yang sebenarnya, Islam yang mengajarkan perdamaian untuk semua makhluk di muka bumi. Sehingga tak akan ada keraguan bahwa tak pernah ada dan tak akan pernah ada terorisme dalam Islam.

Judul : Islam Mengasihi, Bukan Membenci
Penulis : Nurul H. Maarif
Penerbit : Mizan, Bandung
Cetakan : I, 2017
Tebal : 248 Halaman
ISBN : 978-602-441-033-9

*M Ivan Aulia Rokhman, Pengiat literasi dan Sastra tinggal di Surabaya. Lahir di Jember, 21 April 1996. Lelaki berkebutuhan khusus ini meraih anugerah “Resensi / Kritik Karya Terpuji” pada Pena Awards FLP Sedunia. Saat ini menjabat di Anggota Devisi Kaderisasi FLP Surabaya dan Kepala Departemen Kaderisasi UKKI Unitomo.

(Sumber: https://nusantaranews.co/mengukuhkan-islam-secara-damai/)

Pondok Pesantren Qothrotul Falah

Alamat:
Jl. Sampay-Cileles Km. 5
Ds. Sumurbandung Kec. Cikulur Kab. Lebak
Provinsi Banten (43256)

Developed by